Dalam debat calon wakil presiden 2024, Gibran Rakabuming Raka, dengan nomor urut dua, menekankan pentingnya konsep “hilirisasi digital”. Dia mengemukakan perlunya memajukan berbagai sektor, termasuk sektor digital, dengan menyiapkan generasi muda yang ahli dalam bidang AI (Artificial Intelligence), blockchain, robotika, perbankan syariah, dan kriptokurensi.
Lantas apa sebenarnya yang dimaksud dengan hilirisasi digital? Untuk lebih jelasnya, kita bahas dahulu apa arti hilirisasi itu sendiri.
Hilirisasi adalah istilah yang digunakan terutama dalam konteks industri dan ekonomi untuk menggambarkan proses peningkatan nilai tambah produk melalui tahapan-tahapan pengolahan yang lebih lanjut. Istilah ini sering digunakan dalam industri sumber daya alam, seperti pertambangan dan pertanian, di mana bahan mentah diolah sedemikian rupa hingga menghasilkan produk yang bernilai jual lebih tinggi. Tujuan dari hilirisasi adalah untuk meningkatkan nilai ekonomi dari bahan mentah tersebut.
Proses hilirisasi mencakup berbagai aktivitas seperti pengolahan, manufaktur, dan pendistribusian produk akhir ke pasar. Contoh dari hilirisasi termasuk mengolah minyak mentah menjadi bahan bakar, plastik, atau produk kimia lainnya; mengubah biji kopi menjadi kopi yang siap dikonsumsi; atau mengolah logam untuk digunakan sebagai produk elektronik dan konstruksi.
Jika hilirisasi dalam sektor digital maka yang dimaksudkan adalah upaya untuk mengoptimalkan teknologi digital di berbagai sektor.
Menukil dari siaran pers No. 164/HM/KOMINFO/07/2023 bertajuk “Menkominfo Ajak Kolaborasi Percepat Hilirisasi Teknologi Digital” pada tanggal 26 Juli 2023. Menkominfo Budi Arie Setiadi menjelaskan bahwa hilirisasi teknologi mencakup program-program yang memberikan dampak langsung pada berbagai sektor. Termasuk pemanfaatan teknologi digital oleh UMKM, mengoptimalkan potensi startup digital, dan mengembangkan masyarakat yang kompeten dalam teknologi digital di berbagai tingkatan kemampuan, mulai dari dasar hingga lanjutan.
Namun, beberapa pengamat mengaku tidak paham apa yang dimaksud dengan “hilirisasi digital” yang disampaikan Gibran. Izzudin Al Farras Adha yang merupakan peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengatakan bahwa istilah tersebut tidak umum dalam literatur akademis. Sementara itu, Nailul Huda dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) berpendapat bahwa konsep tersebut kurang spesifik dan sepertinya hanya diucapkan untuk menarik pemilih dalam kampanye.
Huda juga mempertanyakan bagaimana istilah hilirisasi, yang umumnya berkaitan dengan pengolahan bahan mentah menjadi produk yang lebih bernilai, dapat diterapkan dalam konteks digital.
Ismail Fahmi dari Drone Emprit dan Bhima Yudhistira dari CELIOS sama-sama merasa asing dengan istilah yang disampaikan Gibran. Bhima Yudhistira berargumen bahwa yang dimaksud mungkin lebih berkaitan dengan inovasi atau pengembangan dalam bidang digital.
Ainun Nadjib, seorang ahli teknologi informasi, juga mengkritik pernyataan Gibran yang tidak realistis, mengingat Indonesia belum memiliki ekosistem yang mendukung penguasaan dari hulu hingga hilir di sektor digitalisasi. Ainun menekankan bahwa peran Indonesia lebih banyak di bagian hilir, aplikasi-aplikasi yang langsung digunakan masyarakat sebagai produk akhir.
Secara umum, ide Gibran Rakabuming Raka tentang hilirisasi digital mendapat respon skeptis dari para ahli, banyak yang merasa istilah tersebut tidak jelas dan mungkin hanya digunakan sebagai alat kampanye politik.
Sedangkan penjelasan dari Budiman Sudjatmiko, Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, menerangkan bahwa konsep hilirisasi digital yang disampaikan oleh Gibran dapat dipahami dari dua perspektif.
Yang pertama, hilirisasi digital dilihat sebagai pengembangan ekosistem digital atau digitalisasi dalam rantai pasok. Ini melibatkan seluruh proses dari hulu ke hilir, termasuk penggunaan perangkat teknologi seperti laptop, smartphone, dan komputer untuk beragam industri. Budiman menekankan bahwa membangun ekonomi digital tidak hanya terfokus pada pengembangan aplikasi, tetapi juga harus mencakup pembangunan infrastruktur jaringan dan industri perangkat digital. Pendekatan ini sering disebut sebagai konsep Device, Network and Application (DNA), di mana data menjadi sumber daya berharga yang memerlukan sistem keamanan siber yang kuat untuk melindungi dan memanfaatkannya.
Pemahaman kedua dari hilirisasi digital, menurut Budiman, adalah penerapan digitalisasi secara intensif dalam rantai pasok industri untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Contohnya dalam industri pangan, dengan menerapkan teknologi digital mulai dari pengembangan pupuk dan bibit, produksi melalui IoT Smartfarming, hingga digitalisasi logistik, pengolahan hasil pertanian, dan pengembangan e-commerce di sektor pangan.
Budiman juga menyebutkan bahwa China dan Amerika Serikat telah menerapkan hilirisasi digital. China telah mengembangkan ekonomi digitalnya secara komprehensif, dari teknologi chip hingga aplikasi berbasis AI yang canggih. Sedangkan AS memiliki kekuatan di pengembangan chip, perangkat digital, dan teknologi satelit, memudahkan digitalisasi di berbagai sektor industri mereka.