TEKNOTREN.COM – Telegram rupanya sudah berusia 7 tahun, Pavel Durov yang merupakan CEO dari Telegram mengatakan dirinya telah mendanai Telegram selama itu dengan dana pribadinya.
Namun, karena telegram yang masih berskala startup ia berpikir untuk kemudian memonetasi layanan Telegram. “Sebuah proyek sebesar kami membutuhkan setidaknya beberapa ratus juta dolar per tahun untuk terus berjalan,” katanya, dikutip Techcrunch, Kamis (24/12).
Sejak Telegram diluncurkan, ia berhasil melampaui target dengan 400 juta pengguna aktif pada April 2020 ini. Langkah selanjutnya, Telegram akan memperkenalkan platform iklan untuk saluran satu ke banyak pengguna publik dengan mengedepankan prinsip tetap menghormati privasi.
Durov mengharapkan strategi tersebut dapat dilakukan. Sehingga dapat membuat Telegram untuk menutupi biaya server dan traffic.
“Jika kami monetisasi saluran one-to-many public secara besar melalui Platform Iklan, pemilik saluran ini akan menerima traffic gratis sesuai dengan ukurannya,” tulisnya.
Beberapa analis berharap Telegram dapat memonetisasi platform melalui proyek token blockchain-nya. Tetapi setelah beberapa penundaan dan masalah peraturan, Telegram mengatakan pada Mei lalu, bahwa mereka memutuskan meninggalkan proyek tersebut.
Untuk proyek ini, Telegram yang berbasis di Dubai telah mengumpulkan US$ 1,7 miliar atau hampir Rp 17 triliun (kurs Rp 14.000/US$) dari investor pada tahun 2018. Pengusaha asal Rusia itu telah merencanakan untuk mendistribusikan tokennya, yang disebut gram, setelah mengembangkan perangkat lunak blockchain.
“Telegram memiliki dimensi jejaring sosial. Saluran satu-ke-banyak publik yang besar dapat memiliki jutaan pelanggan masing-masing dan lebih seperti umpan Twitter. Di banyak pasar, pemilik saluran tersebut menampilkan iklan untuk mendapatkan uang, terkadang menggunakan platform iklan pihak ketiga,” kata Durov.